Semenyedihkan kedengarannya, kesadaran mendadak bahwa saya pun pernah menjadi ‘indomie setengah’ ini memang cukup menyakitkan.
Suatu hari seseorang mengatakan padaku, memiliki kekasih itu seperti kita akan menikmati indomie. Kalau satu saja tidak cukup, tetapi kalau dua malah kebanyakan. Saya sempat takjub dengan tagline tersebut. Penggambaran yang sederhana tetapi lugas untuk urusan perasaan yang konon kata orang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Saya tercengang, lalu bertanya, “setengah itu maksudnya bagaimana?”
Jawabnya enteng,” ya, yang satunya lagi nggak usah dipacarin.”
Orang ini memang hanya menginginkan ‘setengah’ dari diri saya belaka. Percakapan-percakapan sampai jam tiga subuh, video call disela kesibukan, pesan singkat menanyakan kabar saat menyantap makanan, pujian-pujian dan dorongan semangat, serta kesenangan-kesenangan lainnya yang saya sediakan secara cuma-cuma. Dia mungkin tidak ingin – atau bahkan tidak menyadari – bagian setengahnya lagi, bahwa saya sangat menyayanginya sampai ke tulang-tulang.
Saya sangat menyayanginya dan lama-lama lelah juga menahan-nahan perasaan sedih melihatnya bersama ‘indomie satu’-nya.
Kisah ‘indomie satu setengah’ ini kadang masih suka terlintas walaupun sudah usai ceritanya sejak kemarin-kemarin. Utamanya kalau ada teman yang datang curhat dan meminta saran mengenai permasalahan serupa –entah dalam posisi ‘indomie setengah’ atau bahkan si pemakan indomie itu sendiri.
Ingin sekali saya mengguyurkan air dingin di kepala mereka bahwa cerita semacam itu tentu akan menyakiti hati seseorang bagaimanapun berakhirnya, namun saya juga tidak bisa tega karna saya pun dapat merasakan bagaimana perasaan saat itu. Ujung-ujungnya, saya hanya bisa memeluk mereka sambil berkata, ‘ ya sudah, nikmati saja dulu selagi sempat.’
Lalu, saya akan merasa seperti orang jahat yang telah memberikan stempel pembenaran atas fenomena yang menjengkelkan ini. Yang membuat saya merasa jahat lagi adalah fakta bahwa kenaifan adalah komposisi mutlak dalam resep ‘indomie setengah’ ini. Ah, mungkin ini hanya sementara, mungkin kalau aku bertahan lebih lama lagi, dia akan melihatku sebagai ‘indomie satunya’-nya – ya ampun, menyedihkan juga ya???
Menjadi ‘ indomie setengah’ memang sesuatu yang problematis. Saya tidak benar-benar punya tips dan trik jitu untuk menghindarkan diri dari fenomena ‘indomie satu setengah’ karena semua orang juga sebenarnya maklum kalau perasaan bukan sesuatu yang bisa diatur secara rigid dan saklek. Namun terlepas dari moment-moment pencerahan yang saya alami, saran saya tidak akan jauh-jauh amat dari saran yang bisa ‘ku berikan kepada orang yang patah hati
… bahwa kamu tidak bisa menyelamatkan semua orang, namun kamu bisa menyelamatkan dirimu sendiri…
Menyelamatkan diri sendiri tentu bisa termanifestasi menjadi begitu banyak pilihan, misalnya fokus pada pekerjaan, melanjutkan studi, atau malah menuangkannya dalam bentuk karya. Namun yang terpenting adalah itu tadi, iklaskan dia dan hubungan aneh diantaranya agar kita bisa melanjutkan hidup.
Oleh karena itu teman-temanku terkasih, mari kita bersama mengamini bahwa kita ini adalah indomie jumbo! Bahwa kita pantas diperlakukan seperti layaknya indomie jumbo yang satu, utuh, dan mengenyangkan.
Thanks to ‘orang jauh’
I really enjoy the time we spent together
Tidak ada komentar:
Posting Komentar