Refleksi tentang Kesalahan, Tawa, dan Cara Mendidik dengan Cinta
Dulu, saat masih kecil, ibu pernah menyuruhku membeli keripik tempe di warung. Aku pulang membawa dua hal: keripik, dan tempe. Dengan bangga aku serahkan keduanya, merasa telah menjalankan tugas dengan sempurna. Tapi ibu hanya tertawa.
“Nak, maksud ibu itu keripik tempe, bukan keripik dan tempe.”
Itu bukan momen besar dalam hidupku—tapi maknanya bertahan lama.
Yang paling kuingat bukan kesalahanku, tapi tawa ibu. Ia tidak marah, tidak mengejek, tidak membuatku merasa bodoh. Ia justru memeluk kepolosanku, dan membiarkan aku belajar dengan hangat.
Ketika Anak-anak Salah, Peluang Belajar itu Datang
Tak semua anak seberuntung itu.
Banyak yang tumbuh dalam suasana rumah yang tegang. Di mana satu kesalahan kecil bisa dibalas bentakan, bukan senyuman. Seorang anak yang disuruh membeli "garam dua ribu dan cabai dua kilo" mungkin pulang dengan dua kilo garam dan cabai dua ribu rupiah
Lucu bagi sebagian orang, menakutkan bagi sebagian anak.
Anak Butuh Bimbingan, Bukan Ancaman
Pepatah lama mengatakan:
Anak-anak harus hormat pada orang tua. Tapi orang tua juga harus paham bagaimana anak-anak bertingkah.
Orang tua pernah menjadi anak-anak. Tapi anak-anak belum pernah jadi orang tua. Mereka belajar dari meniru, mengeksplorasi, dan kadang… dari salah paham.
Kalimat seperti:
“Kamu ini bodoh sekali!”
bisa menempel lama di benak mereka—lebih lama dari luka fisik.
Anak-anak belajar dari apa yang mereka alami. Dan ketika yang mereka temui adalah respons yang keras, itu bukan pelajaran—itu trauma.
Apa yang Ingin Kita Wariskan?
Sayangnya, tidak semua anak mengalami hal seperti ini.
Untuk Semua Orang Tua: Tumbuhkan Cinta Seiring Pertumbuhan Anak
- Dengarkan, bukan bentak
- Ajak bicara, bukan menghukum
- pahami bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar
- rayakan kepolosan sebagai tahap tumbuh, bukan kelemahan
Last But Not Least
Setiap anak adalah lembar kosong yang akan mengisi hidupnya dengan warna. Biarkan mereka menulis kisah pertamanya dengan tawa, bukan trauma. Karena masa kecil bukan tempat untuk luka—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar