Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak seberapa.
Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku bersahabat
dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia adalah orang yang penuh
pengertian dan lemah lembut.
Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami semakin
menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman.
Pada suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan saya
tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?"
Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk.
Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari
pertunangan kami berdua. Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan
dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia menaiki
pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga mendapatkan
sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9 pagi hingga jam
5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan
dan melepas kerinduan.
Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam
perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah anjing
di jalan raya, mendadak menikung tajam.....
Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan. Saat siuman telah berada di rumah
sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur saya.
Mereka lantas memanggil dokter.
"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yg keluar.
Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya? Dokter mendatangiku dan
memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan
yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.
Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari
setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa saya tidak dapat
bersuara?
Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka,
untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."
"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut
lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak
bersuara.
Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah. Suara telepon yang didambakan
waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini. Saya tidak
lagi keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai
berpikir untuk pindah rumah.
Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang diketahui hanyalah saya telah
membatalkan pertunangan kami, setiap telepon darinya tidak mendapatkan
jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan batu yang tenggelam ke dasar
lautan.
Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa
yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja
sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan. Saya berdiam diri, tidak
mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan terdengar
tergesa-gesa. Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan langkah kakinya
yang berat, pergi membuka pintu.
Saat itu, di dalam rumah mendadak hening. Dia telah muncul, berdiri di depan
pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan berjalan ke
hadapanku.
Dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata, "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu. Dalam satu tahun ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi untuk hari ini. Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu merupakan orang yang paling kucintai. Selain kamu, saya tidak akan mencintai orang lain, menikahlah denganku!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar